Budaya Lokal yang Menghambat
Indonesia untuk Maju dan Budaya yang Mendorong Kemajuan Diri dan Negara
Indonesia adalah negara yang
memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya Berbeda-beda tetap satu jua.
Indonesia memiliki banyak perbedaan salah satunya adalah budaya. Budaya-budaya
di Indonesia sangatlah beragam dimulai dari budaya dari provinsi masing-masing,
budaya kebiasaan, dan budaya-budaya yang lainnya. Budaya bisa disebut juga
dengan indentitas atau karakter dari suatu daerah atau negara tersebut. Selain
itu ada juga budaya yang bisa menghambat negara untuk maju. Berikut ini adalah
beberapa budaya di Indonesia yang menghambat majunya negara.
Dari
sekian banyak factor – factor yang menghabat Indonesia untuk maju, ada beberapa
factor yang dominan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, seperti:
Korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN)
Istilah korupsi di Indonesia
sepertinya sudah bukan kata yang asing untuk di dengar, perilaku inilah salah
satu yang bisa disebut sudah menjadi kebudayaan di Indonesia yang sangat
memperhambat majunya suatu negara.Selain menghambat pertumbuhan ekonomi,
korupsi juga menghambat pengembangan sistem pemerintahan demokratis. Korupsi
memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok, yang
mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat
kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup
yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di
Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui
konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem
tanggung gugat, dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan
batas-batas undang-undang yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah
dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan pengadilan.
Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak lagi
menjadi hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasan menegakkan kedaulatan
hukum dan peraturan. Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang
memungkin seluruh pihak untuk melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi.
Namun, konsep ini penulis akui sangat mudah dituliskan atau dikatakan daripada
dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun
pilar-pilar bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugasnya secara
efektif, dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai perilaku yang
beresiko sangat tinggi dengan hasil yang sedikit.
Peraturan perundang-undangan
(legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan
disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara
parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan
memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang pilih. Begitu kira-kira
pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam
menangani kasus korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah kelemahan hukum selalu menjadi
senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum. Kasus
Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar yang tak kunjung
memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi
kasus-kasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan
kasus-kasus korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana
BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu menstimulus program
pembangunan ekonomi di Indonesia.
Kebiasaan jilat menjilat dan beking
membeking
Saya
yakin kita semua sudah tahu, siapa yang dimaksud dengan penjilat. Bagi mereka
yang bekerja di perkantoran pasti sudah tidak asing lagi. Mereka mengibaratkan penjilat
adalah teman yang menikam dari belakang atau musuh dalam selimut. Karena
penjilat adalah orang yang mencari keuntungan dengan mengorbankan teman
sendiri.
Itulah gambaran jilat menjilat di
lingkungan perkantoran. Bagaima pula halnya jilat menjilat di lingkungan
bernegara? Pastilah penjilatnya berasal dari oknum2 pejabat pemerintah dan
penegak hukum, atau sebaliknya merekalah yang menjadi objek penjilat. Kalau di
lingkungan kantor yang menjadi korban adalah pegawai biasa, namun di lingkungan
negara yang menjadi korban adalah rakyat dan negara itu sendiri. Kasus
pelemahan KPK dan skandal Bank Century salah satu contoh yang tidak lepas dari
upaya jilat menjilat antara oknum pejabat, penegak hukum dengan orang seperti
Anggoro/Anggodo atau sebaliknya, demi mendapatkan keuntungan pribadi dan
kelompok tertentu.
Selalu ingin memperoleh sesuatu
dengan cara Instan
Bisa
dibilang orang-orang yang selalu memakai cara-cara instan dalam mencapai tujuan
atau mendapat apa yang diinginkan adalah orang-orang pemalas karena tidak mau
berkeringat, tidak kreatif karena tidak mau berfikir, pengecut karena tidak
berani menerima tantangan. Orang-orang seperti ini tidaklah layak untuk memikul
tugas dan menerima tanggung jawab apapun. Mungkin saja sebagian besar dari
masyarakat kita ini lebih memilih cara-cara instan sehingga seperti inilah
jadinya negara kita.
Mendahulukan keuntungan pribadi
daripada kepentingan bangsa dan negara
Asal
aku dapat keuntungan besar, apapun akan aku lakukan. Mau mereka jungkir balik
kek mau mampus kek aku tidak peduli ».
Mungkin begitulah kira2 pemikiran
orang-orang yang tidak lagi mempedulikan bangsa dan negaranya. Orang-orang
seperti ini akan menempuh segala cara untuk mendapat keuntungan pribadi. Mereka
tidak lagi segan2 menipu dan mengakali rakyatnya sendiri. Jika orang2 yang
bermental seperti ini berpolitik maka dia akan melakukan politik2 kotor seperti
jual beli suara, politik dagang sapi dll. Orang-orang seperti ini juga rela
merusak negara sendiri dan menjajah bangsa sendiri demi kekayaan pribadi.
Selama orang-orang bermental seperti ini masih bercokol di bumi kita ini, maka
selama itu pula kita akan melihat tindakan-tindakan dan politik yang tidak
bermoral, tidak peduli dan pengrusakan secara membabi buta di segala sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara dan juga kerusakan pada alam lingkungan yang
menjadi sumber penghidupan.
Tidak bersungguh-sungguh dan serius
dalam berkarya
Tidak
bisa dipungkiri bahwa sebahagian besar produk-produk karya anak bangsa kita
kurang diminati dan kurang populer di Negara-negara lain, bahkan di negeri
sendiri sajapun masih belum mampu menjadi tuan rumah. Dalam hal ini sepertinya
saya lebih setuju dengan pendapat para teman-teman yang mengatakan bahwa,
kurang diminatinya produk2 hasil karya bangsa kita sebab, dalam membuat produk
apapun bangsa kita kurang serius dan kurang ber-sungguh2 menekuni hasil
karyanya.
Kebiasaan tidak disiplin dan
melanggar hukum dan peraturan
Sudah
banyak sekali contoh membuktikan bahwa orang2 yang berhasil sukses adalah
orang2 yang selalu mentaati disiplin dan peraturan. Baik itu peraturan yang
dibuat untuk diri sendiri atau peraturan Agama dan peraturan Negara. Ingatlah
satu negara bisa makmur bila rakyatnya memiliki budaya berdisiplin yang tinggi.
Lihat saja seperti Jepang, Korea Singapore dll.
Sementara
di Indonesia sepertinya Tidak-berdisiplin dan melanggar hukum dan peraturan
sudah jadi budaya kita. Sepertinya peraturan sengaja dibuat untuk dilanggar.
Memang ada benarnya semboyan yang mengatakan “Bukan peraturan namanya kalau
tidak dilanggar” Tapi kalau terus menerus melanggar peraturan itu namanya salah
kaprah. Dari hal-hal kecil seperti memungut pajak dari orang2 pedagang kaki
lima, menerima uang dalam kasus Tilang menilang, sampai hal-hal berskala besar.
Kalau
kita benar-benar mau melihat negara ini aman, nyaman indah, makmur, dan
sentosa, maka biasakanlah berdisiplin dan mentaati segala hukum dan peraturan,
baik itu peraturan yang dibuat negara ataupun peraturan agama, termasuk juga
peraturan yang menyangkut ketertiban umum, pemukiman dan kelestarian alam
lingkungan dll.
Budaya
yang Mendorong Kemajuan Diri dan Bangsa
1.
Budaya Sebagai Sarana Kemajuan
Pada
abad ke 19 Filfus Hegel membahas budaya sebagai keterasingan manusia dengan
dirinya sendiri .Dalam berbudaya manusia tak menerima begitu saja apa yang di
sediakan oleh alam,tetapi ia harus mengubahnya dan mengembangkan nya lebih lanjut.
Van
Peursen berusaha menjelaskan hal yang tampak serba bertentangan itu.Ia berkata
“Dengan mengembangkan alam,manusia memasukkan alam kedalam dirinya sendiri”.
Rousseau
mengajak manusia kembali pada alam(1750).karena alam merupakan sesuatu yang ideal
yang harus semakin didekati dan dicapai oleh manusia.
Sehubungan
dengan itu, Klages (1930) menulis, budaya merupakan bahaya bagi manusia
sendiri. Klages juga menyimpulkan bahwa manusia memang tak dapat hidup tanpa
budaya yang memuat ancaman bagi dirinya sendiri.
Kemudian,
Freud dalam brosurnya berjudul Das Unbehagen in derkultur (derita di dalam
budaya) menjelaskan bahwa budaya dapat bersifat neurotis. Dalam brosurnya yang
lain juga menjelaskan, Die Zukunft einer illusion (masa depan suatu ilusi) ia menerangkan
bahwa sumber budaya terdiri atas nafsu birahi (eros) dan kedaruratan situasi
terdesak.
Freud
menunjukkan bahwa segala usaha budaya manusia itu merugikan, karena menurut
pandangannya yang vitalitas itu manusia adalah homo natura yang udah selayaknya
mencari kebahagiaannya di dalam alam dunia dan berharap akan bertemu dengan
Tuhan.
2.
Budaya Membutuhkan Etika
Menurut Calvin, didalam alam maupun
budaya tersembunyilah bahaya, dalam menelaah alam dan buadya, manusia menemukan
unsure dosa melihat di dalamnya. Dengan demikian seorang Calvinis yang mengenal
dan menjalankan askese, tak menarik diri di alam dunia. Calvin sendiri
masih mengakui bahwa seni itu penting bagi kehidupan manusia, tetappi penangannya
harus dilakukan dengan cara sederhana saja.
Hoenderdaal
menyimpulkan bahwa budaya itu bagaimana pun merupakan bagian dari kehidupan
manusia, baik sebagai hal yang berharga sehingga harus dikejarnya, maupun
sebagai yang tak berharga sehigga harus dijauhi.
Budaya manusia dapat
menaklukan alam, tetapi budaya juga dapat merusak alam. Alam dan budaya
merupakan dua kutub yang saling memerlukan dan memberi ruang kehidupan bagi
manusia. Budaya yang meluas dan melintas seprti halnya yng terdapat pada ilmu,
cenderung membahayakan manusia sendiri yang menciptakannya.
Untuk
berkembangnya ruang hidup yang manusiawi tak dapat ditempuh dengan jalan yang
mengagungkan budayawi saja ataupun yang alami saja. Kedua-duanya harus ditempuh
bersama, yakni alam dan buadaya dimana budaya itu sendiri takboleh ditumbuhkan
dengan teknik, tetapi harus di hayati dalam cakupan ilmu, etika dan seni.
Filosof
perancis Albert Schweizer pernah mengatakan bahwa mengembangkan budaya tenpa
etika pasti membawa kehancuran. Oleh sebab itu, dianjurkannya agar kita
memperjuangkan mati-matian unsure etika didalam mendasari budaya etika.
3.
Produktivitas
Kemajuan
teknologi merupakan salah satu sisi untuk meningkatkan produktivitas, sisi yang
lain adalah penambahan modal dan tenaga kerja. Artinya bila sejumlah modal atau
tenaga kerja dilibatkan dalam proses suatu produksi, akan dihasilkan tambahan
hasil produksi sejumlah tertentu.
Semakin
banyak tenaga kerja yang dipergunakan, semakin meningkat pula produksi. Begitu
juga sebaliknya sejumlah modal hanya dikerjakan oleh tenaga kerja di bawah
batas yang diperlukan, sehingga modal itu belum berproduksi sesuai dengan
kapasitasnya. Jadi, ada keterkaitan antara modal dan tenaga kerja sebagai factor-faktor
produksi.
Produktivitas
dapat dicapai apabila tiap factor produksi dapat berproduksi sesuai dengan
kapasitasnya. Untuk menaikkan produktivitas barang modal adalah dengan
mempergunakan teknologi modern, dan untuk meningkatkan produktivitas sumber
daya manusia adalah dengan pendidikan, latihan serta alih teknologi. Untuk itu
pendidikan dan latihan yang berorientasi pada perwujudannya manusia mandiri
sangat diperlukan.
0 komentar:
Posting Komentar